Banners

Recent Posts

Friday 26 June 2015

0

Gamelan Genggong merupakan musik instrumental tradisional Bali yang sangat langka, seperti yang dikutip dalam artikel Genggong (Bali), genggong merupakan salah satu instrumen getar yang unik yang semakin jarang dikenal orang. Keunikannya terletak pada suara yang ditimbulkannya yang bila dirasakan memberi kesan mirip seperti suara katak sawah yang riang gembira bersahut-sahutan di malam hari. Keunikannya yang lain adalah memanfaatkan rongga mulut orang yang membunyikannya sebagai resonator.

Memang alat ini dibunyikan dengan cara mengulum (yanggem) pada bagian yang disebut “palayah”nya. Jari tangan kiri memegang ujung alat sebelah kiri dan tangan kanan menggenggam tangkai bambu kecil yang dihubungkan dengan tali benang dengan ujung alat di sebelah kanan. Untuk membunyikannya maka benang itu ditarik-tarik ke samping kanan agak menyudut ke depan, tetapi tidak meniupnya. Rongga mulut hanya sebagai resonator, dibesarkan atau dikecilkan sesuai dengan rendah atau tinggi nada yang diinginkan.

Satu ensembel minimal terdiri dari dua buah instrumen yang satu dalam ukuran yang lebih besar dari yang lainnya. Atau kadang-kadang terdiri dari empat buah alat atau lebih dengan maksud agar bisa membuat variasi atau cecandetan. Alat bunyi-bunyian ini semata-mata dipakai sebagai hiburan, misalnya dalam acara perkawinan. Seniman pengrajin pembuat genggong yang masih aktif banyak didapatkan di Desa Batuan, Kabupaten Gianyar, misalnya pada seorang yang bernama I Made Meji. Ada kalanya dibuat sebagai barang “souvenir” yang dijajakan buat para wisatawan.

Bahan untuk membuat genggong adalah pelepah pohon enau yang di Bali disebut “pugoug”. Dipilih yang cukup tua dan kering, lebih diutamakan yang mengering di batangnya sendiri. Dipilih kulit luarnya, dibuat irisan penampang segi empat panjang dengan ukuran lebih kurang dua cm lebar dan dua puluh cm panjangnya. Bagian dalam yang lunak dibersihkan hingga tinggal luarnya yang keras setebal kira-kira seperempat cm. Palayah atau bagian instrumen yang bergetar terletak di tengah-tengah irisan yang kedua ujungnya berjarak dua cm dari batas ujung penampang irisan. Lebar palayah setengah cm. Palayah terdiri dari badan palayah dan ujung palayah yang berada atau mengarah ke bagian kiri irisan. Ujung palayah ini diusahakan setipis mungkin dengan lebar kira-kira sepuluh mm. Demikian pula bagian badan palayah dibuat tipis, kira-kira 2 cm di bagian atasnya dibuat tetap tebal, yaitu setebal irisan keseluruhan penampang irisan. Selanjutnya pada ujung kanan irisan penampang dibuat lobang tempat tali benang, yang kira-kira panjangnya 5 cm.

Benang itu diikatkan pula pada setangkai bambu bundar yang kecil, sepanjang sepuluh cm. Waktu membunyikan genggong tangan kanan memegang tangkai tersebut secara vertikal untuk menarik benang hingga palayahnya tergetar.

Musik Genggong disebutkan dalam babad bali, gamelan genggong ini merupakan kesenian yang langka dengan instrumen utamanya genggong yang terbuat dari pelepah enau. Desa yang telah memiliki tradisi Genggong yang kuat adalah Batuan (Gianyar). Di sini Genggong dimainkan sebagai pengiring tari, yaitu tari Kodok dan sebagai sajian musik instrumental.

Gamelan Genggong

0

Ibarat musik modern, aliran dari instrumen atau gamelan gender ini adalah jazz. Jadi jika ingin belajar main gender, selain belajar cara menggenggam dan memukul, juga butuh menyerap lirik lagu dengan ekstra. Karena keunikan ini, gender kini banyak dipelajari oleh orang-orang Jepang, Korea, dan USA.

Di Bali, instrumen gender kebanyakan digunakan saat upacara manusa yadnya seperti potong gigi, pawiwahan (perkawinan) dan menek kelih, demikian kutipan dari artikel, www.ariputranta.com, Gender, Jazz-nya Bali.

Kesenian wayang kulit di Bali disebutkan juga diiringi dengan menggunakan gamelan gender wayang atau Pewayangan dalam pementasan atau pertunjukannya.

Gamelan Gender

0

Dalam artikel Babad Bali, Gamelan Beleganjur dijelaskan dapat dimainkan dalam tempo cepat atau sedang dan pelan.

Barungan ini ada kalanya dilengkapi dengan sebuah tawa-tawa. Sementara cengceng dimainkan secara kakilitan atau cecandatan, dengan pola ritme yang bervariasi dari pukulan besik atau negteg pukulan "telu" dan "nenem" di mana masing-masing terdiri dari pukulan polos (sejalan dengan mat), sangsih (disela-sela mat), dan sanglot (di antaranya). Sama hanya dengan cengceng, gilak dari reyong menjadi satu-satunya kelompok instrumen pembawa melodi baik cepat, sedang maupun lambat.

Perkembangan beleganjur menurut kutipan dari Lomba Beleganjur se-Bali, Rangkaian Festival Seni Budaya Badung, perkembangannya begitu pesat di Bali yang merupakan satu diantara musik pukul gamelan tradisional Bali yang banyak peminatnya menjadi salah satu primadona Festival Seni Budaya ke-5 Kabupaten Badung.

Gamelan Beleganjur

0

Angklung (dikenal sebagai Angklung Kelentungan) adalah suatu jenis alat musik tradisional yang terbuat dari empat kepingan logam, menghasilkan empat nada. Jenis gamelan seperti ini menghasilkan nada sedih, melankolis, dan lulling dinamis. Angklung merupakan bentuk gamelan tertua di Bali, berasal dari abad ke-10. Umumnya, Angklung dimainkan untuk mengiringi suatu upacara kremasi... dikutip dalam coretan kecil Agus Satriya Wibawa dalam artikel blog seni dan Budaya Kabupaten Karangasem Bali.

Untuk jenis musiknya, seperti yang dikutip dalam Babad Bali, Angklung memiliki jenis musik yang berlaras slendro, tergolong barungan madya yang dibentuk oleh instrumen berbilah dan pencon dari krawang, kadang-kadang ditambah angklung bambu kocok (yang berukuran kecil). Dibentuk oleh alat-alat gamelan yang relatif kecil dan ringan (sehingga mudah dimainkan sambil berprosesi).

Gamelan Angklung

0

Gamelan Jegog, kesenian Jembrana Bali ini dalam sejarahnya diciptakan oleh seniman yang bernama Kiyang Geliduh dari Dusun Sebuah Desa Dangin Tukad Aya pada tahun 1912, demikian dikutip dari artikel blog Gambelan Jegog Kesenian Khas Kabupaten Jembrana, Bali.

Dalam artikel Jegog (Bali) | Budaya, disebutkan bahwa bahan gambelan ini terbuat dari bambu, biasanya dari tiing betung, tetapi ukurannya besar-besar. Di antara gambelan-gambelan Bali yang terbuat dari bambu, maka jegog inilah yang mempunyai ukuran paling besar, terutama bagian instrumennya yang disebut jegogan.

Gambelan ini disamping hanya dinikmati tabuh atau lagunya, juga berfungsi mengiringi tari khas daerah Jembana yang juga bernama Tari Jegog. Gerak-gerik tarinya banyak diangkat dari pencak silat. Tetapi akhir-akhir ini banyak dimasukkan tabuh-tabuh gong Kebyar untuk mengiringi tari kekebyaran.

Selain dari bentuk gambelannya yang lebih besar, hal lain yang membedakannya dari gerantang adalah posisi penabuh waktu memukulnya. Jika gerantang dipukul dalam posisi penabuh bersila, gambelan jegog dipukul sambil duduk di atas kursi karena ukuran selawahnya tinggi. Malahan yang betul-betul memberikan ciri khas cara menabuhnya adalah cara memukul instrumennya yang berukuran terbesar, yaitu jegogannya. Penabuhnya dua orang dengan jongkok bertengger di atas selawah bagian belakangnya.

Seorang memukul di sebelah kiri di daerah yang bilahannya bernada rendah dan seorang lagi di sebelah kanan yang bilahannya bernada tinggi. Masing-masing membawa panggul besar seperti pemukul gong yang karena berat dan besarnya digenggam dengan kedua tangannya. Sedang seorang yang di sebelah kiri memukul dengan cara “polos” dan yang di sebelah kanan dengan cara “sangsih”. Untuk instrumen yang lain seperti undir, penyacah, dan kantil sama seperti gerantang masing-masing oleh seorang penabuh.

Gamelan Jegog

0

Gamelan Gong ini dinamakan Gong Gede (besar) karena memakai sedikitnya 30 (tiga puluh) macam instrumen berukuran relatif besar (ukuran bilah, kendang, gong dan cengceng kopyak adalah barung gamelan yang terbesar yang melibatkan antara 40 (empat puluh) - 50 (lima puluh) orang pemain, demikian dikutip dari artikel Arya Tangkas Kori Agung, Gong Gede.

Sebagai seni karawitan, dijelaskan dalam kutipan artikel ISI Denpasar, Gamelan Gong Gede merupakan perpaduan unsur-unsur budaya lokal yang sudah terakumulasi dari masa ke masa.

Unsur budaya Bali tercermin pada penggunaan instrumen dari perangkat gamelan Bali dan busana yang dipergunakan oleh para penabuh (jero gamel).

Gamelan Gong Gede

0

Gamelan gong kebyar sebagai seni musik tradisional Bali dalam sejarahnya yang ditulis babad bali, gong kebyar diperkirakan muncul di Singaraja pada tahun 1915.

Desa yang sebut-sebut sebagai asal pemunculan Gong Kebyar adalah Jagaraga (Buleleng) yang juga memulai tradisi Tari Kebyar.

Ada juga informasi lain yang menyebutkan bahwa Gong Kebyar muncul pertama kali di desa Bungkulan (Buleleng). Perkembangan Gong Kebyar mencapai salah satu puncaknya pada tahun 1925 dengan datangnya seorang penari Jauk yang bernama I Ketut Mario dari Tabanan yang menciptakan sebuah tari Kebyar Duduk atau Kebyar Trompong.

Gamelan Gong Kebyar

Thursday 25 June 2015

0

Tari Ranup lam Puan adalah sebuah tarian tradisional suku Aceh yang berasal dari wilayah Banda Aceh.

Tari ini diciptakan oleh Yuslizar pada tahun 1959 berdasarkan adat istiadat yang ada di Aceh, terutama adat menyambut dan menghormati tamu. Tamu biasanya disambut dengan penuh kehormatan dalam sebuah rumah dengan menyajikan sirih

Tari Ranup lam Puan

0

Tari Kipah Sikarang adalah Seni Tari Tradisional Aceh Utara yg tunjukkan gerakan – gerakan memukul kipas dengan rytme yang unik serta mempesona.

kipas yg dipakai didalam Tarian ini yaitu kipas yg dijalin spesial, terbuat dari pelepa pinang yg terdiri dari 3 atau 4 lapis yang menyebabkan bunyi yang nyaring dengan beragam tepukan yangg beragam cocok dengan irama gerak serta lagu yang dibawakan. Tari poh Kipah ini memiliki kandungan pesan – pesan keagamaan serta pembangunan dan lazimnya di sajikan pada waktu memperingati kelahiran rasulullah saw ( maulid nabi ) serta hari besar islam yang lain

Tari Kipah Sikarang

0


Tari Mulia Ratep Aceh adalah bahwa ia dilakukan secara berkelompok. Tari ini diiringi dengan vokal suara dan ada kalanya dengan Rapai, Serune Kale, Canang.

Tari Mulia Ratep

1

Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Aceh. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.

Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.

Tari Seudati

0


Tari Perang, Tarian rakyat untuk menyambut para pahlawan yang pualng dari medan juang.

Tari Perang

Sejarah Tari Video

Gamelan dan Tari Video